Minggu, 25 Juni 2017

SHALAT 'EAD DAN HARI RAYA ‘IDUL FITRI 1438 H

Imam Al Bujairami didalam Tuhaful Habib mengatakan : “Al-‘Ied merupakan isim musytaq yang berasa dari al-‘Awdu (العود) karena berulang-ulangnya seriap tahun. Ada juga yang mengatakan, karena banyaknya kemurahan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya pada hari itu. Dan ada juga yang mengatakan, karena kembali merasa gembira dengan kembali datangnya hari raya. Jama’nya adalah A’yadun (أَعْيَادٌ)”.

Shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adlhaa merupakan bagian dari hal-hal khusus untuk umat Nabi Muhammad, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al Munawi, sedangkan menurut Imam Al-Suyuthiy, diantara hal-hal khusus umat Islam adalah shalat dua hari raya, shalat Istisqa’, shalat khusuf dan Kusuf. Ketika misalnya dibandingkan, manakah yang lebih utama antara shalat ‘Idul Adlhaa dan shalat ‘Idul Fithi, maka yang lebih utama adalah shalat ‘Idul Adlhaa. Sebab tsabitnya nas mengenai shalat ‘Idul Adlhaa didalam Al-Qur’an.

Dan juga karena shalat ied adalah shalat yang memiliki waktu yang tidak disyariatkan adanya iqamah, sehingga tidak diwajibkan berdasarkan syariat, sebagaimana shalat ‘Idul Adlhaa. Jika semua penduduk sebuah negeri sepakat meninggalkan shalat hari raya maka mereka semua dihukum qital (bunuh) berdasarkan pendapatnya Al-Ashtakhriy, namun apakah didalam madzhab (syafi’i) mereka juga dibunuh ?. Dalam hal ini, ada dua pandangan : Pertama, mereka tidak dibunuh karena itu hukumnya hanya sunnah, maka mereka tidak dibunuh jika meninggalkannya sebagaimana shalat-shalat sunnah yang lainnya. Pendapat kedua, mereka tetap dibunuh karena hari raya merupakan bagian dari syiar-syiar Islam, perbuatan meninggalkan shalat hari raya merupakan perbuatan meremehkan (kelalaian / bentuk pengabaian) berdasarkan syariat, berbeda halnya dengan seluruh shalat sunnah lainnya sebab ia dikerjakan secara sendirian sehingga perbuatan meninggalkannya tidak tampak, (berbeda dengan shalat ‘Ied) perbuatan meninggalkan shalat ‘Ied sangat nampak. [Penjelasan] hadits Thalhah diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, dan telah berlalu penjelasannya, kevalidan lafadz serta maknanya pada awal Kitab Shalat : dan kaum muslimin telah ber-ijma’ bahwa shalat ‘Ied adalah masyru’iyah (disyariatkan). Dan atas hal tersebut, shalat ‘ied bukanlah fardlu ‘ain, dan nash Imam Syafi’i beserta juhmur ulama Syafi’iyah menyatakan hukumnya sunnah. Al-Ashthakhriy berkata : hukumnya fardlu kifayah. Jika kita berkata (mengambil pendapat) yang menyatakan fardlu kifayah, maka mereka yang meninggalkan shalat ‘ied dihukum bunuh, namun jika kita berkata (mengambil pendapat) yang menyatakan sunnah maka mereka tidak dibunuh menurut dua pendapat yang ashoh (lebih shahih)”.

Imam Al-Syairaziy didalam Al-Mudzdzhab fil Fiqhi Imam Al-Syafi’i berkata ; “Shalat dua hari raya hukumnya sunnah. Abu Sa’id Al-Ashthakhriy berkata : hukumnya fardlu kifayah. Namun madzhab (pendapat yang dipegang sebagai fatwa madzhab syafi’i) adalah yang pertama yaitu sunnah”.

Imam Al Ghazali didalam Al-Wasith fil Madzhab berkata : “Hukum shalat dua hari raya adalah sunnah muakkad bagi setiap umat Islam yang lazim (berkewajiban) menghadiri shalat Jum’at, dan asal penetepan hukum shalat ‘ied adalah Ijma’ serta perbuatan yang mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam serta firman Allah {wa Shalli li-Rabbika wanHar}, dikatakan bahwa yang dimaksud shalat pada ayat tersebut adalah ‘Idul Adlhaa”.

Begitu pentingnya kita berhari raya dan saling maaf memaafkan atas semua kesalahan yang sudah kita lakukan dengan sesama manusia. Maka melalui idul fitri ini kita memaafkan semua kesalahan orang lain yang bersalah dengan kita dan kita meminta maaf kepada orang lain yang pernah kita sakiti sehingga kita menjadi orang-orang yang muttaqin. Kita pertahankan gelar ini mulai hari ini 1 Syawal 1438 H dan sampai 1 tahun yang akan datang dan bahkan selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar